Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Senin, 23 November 2009

Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan

Agenda pembangunan nasional Indonesia difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi pertanian dan pedesaan(Anugrah, 2007). Dalam perspektif pembangunan (Booke, 1983) menyimpulkan bahwa perekonomian di Indonesia terbagi dalam dua sektor, yaitu tradisional dan modern yang tidak saling berhubungan. Booke menyatakan bahwa sektor tradisional perlu dirangsang dengan adanya instentif ekonomi dan peningkatan teknologi produksi.
Yustika (2008) melihat secara umum persoalan lembaga keuangan di perdesaan dapat didentifikasikan menjadi tiga aspek berikut:
1.Masalah akses kredit
2.Posisi tawar dan informasi masyarakat perdesaan yang sangat rendah menyebabkan rawan terhadap praktik manipulasi dari lembaga keuangan formal maupun semi-formal
3.Informasi yang asimetris (asymmetric information) dari pemberi pinjaman/kredit terhadap peminjam (borrower).
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia menurut Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia (Gunawan, 2007) memiliki ciri utama, yaitu:
1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat
2. Melayani kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan

Pola-pola keuangan mikro di Indonesia:
1. Saving ledd microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang berbasis anggota (membership based). Dalam pola ini, pendanaan atau pembiayaan yang beredar berasal dari pengusaha mikro. Contohnya: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Credit Union, dan Koperasi Simpan Pinjam.
2. Credit Ledd Microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang sumber keuangannya bukan dari usaha mikro tetapi dari sumber lain. Contohnya: Badan Kredit Desa, Lembaga Dana Kredit Pedesaan dan Grameen Bank.
3. Micro Banking, bank yang difungsikan untuk melayani keuangan mikro. Contohnya: BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat dan Danamon Simpan Pinjam
4. Pola hubungan bank dan kelompok swadaya masyarakat
Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu agenda pembangunan nasional yang digalakkan pemerintah selama ini (Anugrah, 2007). Desa merupakan tolak ukur dari miskin atau tidaknya suatu negara, karena sampai saat ini desa merupakan kantong kemiskinan yang paling besar (Eko, 2005). Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal. Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan. Dengan usaha yang meningkat (menjadi usaha skala kecil), secara efektif akan mengatasi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri dan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam kategori fakir miskin. Pada sisi lain, skim keuangan mikro sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah.
Pembangunan ekonomi pedesaan ditunjang oleh berbagai macam sektor. Salah satunya adalah sektor perekonomian, seperti yang diketahui kondisi perekonomian pedesaan berbeda dengan perekonomian kota. Perekonomian desa bersifat lokal dan mengedepankan peranan kelembagaan di dalamnya, sehingga ada rasa memiliki didalamnya. Peranan LKM di Desa Pabuaran ini menjadi penting, karena dianggap mampu menyerap tenaga kerja dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Maka itu, perlu pengembangan bagi LKM ini agar nantinya dapat terus memenuhi kebutuhan UKM lokal. Strategi ini di dapat dengan mengidentifikasikan faktor internal dan eksternal yang ada dalam sistem. Seperti yang dipaparkan dalam kerangka pemikiran dibawah ini.

matkul metode riset
analisis jurnal data primer

1 komentar: