Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Senin, 10 Mei 2010

Fenomena gayus dan kaitannya dengan softskill

Sebelum membahasnya ada baiknya kita mengetahui apa itu softskill dan korupsi. Softskills adalah sebuah istilah dalam sosiologi tentang EQ (Emotional Intelligence Quotient) seseorang, yang dapat dikategorikan menjadi kehidupan sosial, komunikasi, bertutur bahasa, kebiasaan, keramahan, dan optimasi. Contoh Softskills : kejujuran, tanggung jawab, berlaku adil, kemampuan bekerja sama, kemampuan beradaptasi, toleran, hormat terhadap sesama, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya.

Korupsi adalah suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Korupsi disebabkan rendahnya Softskill.

Kini Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara terkorup di Asia Pasifik. Miris sekali rasanya. Begitu mudahnya para pejabat negara kita melakukan tindakan korupsi, tidak peduli akan nasib rakyatnya. Telah dibahas di atas penyebab-penyebab perilaku korupsi, dan dari pembahasan tersebut terlihat sangat jelas bahwa hubungan antara softskill dan korupsi itu berbanding terbalik. Tidak ada satu pun perilaku korupsi yang menunjukkan ciri-ciri seseorang yang memiliki kemampuan softskill yang tinggi. Softskill tidak bisa dimiliki dalam waktu yang singkat, sebab berhubungan erat dengan kepribadian dan kebiasaan kita. Oleh karena itu, softskill perlu ditanamkan sejak dini agar bibit-bibit korupsi tidak mencuat dalam diri seseorang, khususnya generasi muda. Apabila seseorang memiliki softskill, dia tidak akan melakukan kecurangan meski dalam keadaan tertekan sekalipun (misalnya gaji rendah, atau bahkan tergiur oleh uang suap yang besar jumlahnya sementara hidupnya sedang susah), sebab telah tertanam kuat nilai-nilai moral di dalam dirinya, dan ada rasa bersalah dan berdosa apabila melakukan kecurangan/ketidakjujuran. Berbeda sekali dengan para koruptor yang tidak merasa bersalah di atas penderitaan rakyat, malah berfoya-foya dengan uang haram. Perlunya menanamkan softskill kepada generasi muda bangsa kita sejak dini agar bangsa kita kelak dapat memiliki pemimpin-pemimpin yang bersih, dan membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik. Mulailah dari hal-hal kecil, seperti kejujuran mengenai kesalahan kecil yang telah diperbuat, bertanggung jawab atas kesalahannya, dan lainnya, yang apabila dibiasakan dan diterapkan terus dalam kehidupan sehari-hari, dharapkan dapat terhindar dari perilaku korupsi di masa mendatang.
Fenomena pegawai pajak Kementerian Keuangan, Gayus Tambunan, yang masih muda tetapi berkelakuan buruk. Gayus menjadi tersangka makelar kasus pajak dan diduga merugikan negara miliaran rupiah. Hal itu rupanya membuat prihatin penyanyi dan pembawa acara senior Kris Biantoro (72), yang sempat ikut berjuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia. ”Kalau masa perjuangan dahulu, mudah sekali kami membedakan orang, (dia itu) ksatria pejuang atau pengkhianat. Banyak pemuda berjuang, (mereka) menjadi ksatria dan kami mengidolakan mereka. Contohnya mulai dari Jenderal Sudirman, Jenderal Ahmad Yani, Jenderal Gatot Subroto, dan banyak lagi,” ujar Kris Biantoro. Hal itu disampaikan Kris Biantoro ketika berbicara dalam peluncuran buku sejarah dan biografi ”Panglima Bambang Sugeng”, Kamis (14/4) lalu di Jakarta. Kris Biantoro lebih lanjut mengatakan, sepertinya generasi muda sekarang perlu untuk kembali ”dipertemukan” dan ”diperkenalkan” dengan sosok-sosok ksatria. Sosok orang-orang yang berani berkorban demi bangsa dan negara. Itulah bahaya besar yang mengancam manusia akibat tingkah polah buruk, yang lantaran banyaknya rangkaian kebusukan maka tahu-tahu menyembul ke permukaan dengan adanya fenomena Gayus belakangan ini. Kalau Gayus yang sama sekali belum pernah menjabat sebagai Kasubsi (Kepala Sub Seksi) saja bisa sedemikian berkuasa menjadi setan penolong bagi wajib pajak (perusahaan) nakal, maka kasus jauh lebih besar boleh jadi bisa diproduksi oleh atasan-atasan Gayus Tambunan. Kalau Gayus bisa menilep (menyembunyikan tanpa sah) sekitar 28 milyar rupiah, bukan mustahil atasan Gayus bisa menilep ratusan milyar bahkan triliunan rupiah. Dari segi penghasilan, Gayus sebenarnya tergolong beruntung. Karena, tidak semua PNS (pegawai negeri sipil) mendapat kebijakan remunerasi (pemberian hadiah/ tambahan) sebagaimana diterapkan Kemenkeu (Kementerian Keuangan). Sebagai PNS golongan III-A yang kisaran gajinya berada pada angka sekitar dua juta rupiah, ia masih mendapat berbagai tunjangan yang jumlahnya berkali lipat dari gaji pokoknya. Sehingga, dengan sistem remunerasi yang diterapkan Kemenkeu, PNS seperti Gayus bisa mengantongi penghasilan Rp 12 juta lebih setiap bulannya.

sumber www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar